Arsip Blog

MELEPASMU

Kubawa hatiku agar berderu sampai terdengar ke telingamu,

Kukirimkan kesungguhanku agar menyelinap dalam batinmu.

 

Aku berdiri,

Di depan sang pujaan hati,

Yang kusebut,

Kuukir,

Dan kubingkai namanya dalam hati, setiap hari.

 

Aku berdiri di depanmu,

Sepasang mata melihat kejanggalan tak begitu jauh,
Benarkah itu bidadarimu?
Penghias kalbumu?
Pengukir cinta di setiap langkahmu?
Oh, aku mendadak pilu.

 

Kini aku berdiri,

Dua pasang mata saling beradu,

Mataku dan matamu,

Hanya ada harap semua ini tak terjadi padaku,

Entah apa yang ada dalam pikirmu,

Aku pun tak tahu.

 

Waktu begitu cepat berlalu,

Mungkin agar aku tak berlama-lama mematung di depanmu,

Menunjukkan sebongkah cemburu dan lesu yang tergambar di kedua bola mataku,

Aku tak mau itu.

 

Tuhan, jika hari ini Engkau ingin mengatakan sesuatu,

Katakanlah,

Tunjukkan agar aku segera tahu.

 

Kado ulang tahun yang kubingkai rapi,

Kusiapkan dari jauh-jauh hari,

Kukemas dengan setulus hati.

 

Kini kado itu berada di kedua tanganmu,

Bukalah perlahan karena di dalamnya ada secuil harapan,

Harapan yang mungkin tak ‘kan jadi kenyataan,

Bila ini memang sudah takdir Tuhan.

 

Pergi,

Aku kan coba mengerti,

Walau ada luka luruh dalam darahku,

Menggenangi batin yang kutarik tuk menjauh darimu.

 

“Kau terlalu baik untukku”, katamu.

Itu pertanda asaku tuk dapat terbang bersamamu,

Tak sampai menembus dinding-dinding hatimu,

Mungkin sengaja kau tutup,

Dan kau buka untuk seorang wanita,

Tapi bukan aku.

 

Tuhan, aku menyerah,

Di balik tawa yang bergema,

Ada air mata yang kusimpan dalam diam,

Biar hanya aku dan Engkau yang tahu.

 

Sungguh, pudarkan asaku,

Cepatkan waktu berlalu,

Dan segera hapuskan namanya dalam relung hatiku.

 

Aku melepasmu.

 

*Based on bestfriend’s story*

Surabaya, 14 September 2012.

(Posted by Nuni رحموت )

(TANPA JUDUL)

Jika sebuah raga,

Sebuah nama,

Berkenan kembali dalam satu tujuan kebaikan,

Aku akan menyambutnya dengan pelukan selamat datang,

Memintanya singgah lebih lama,

Agar ia tahu bahwa sukma ini paham bagaimana rasa ketika jadi ia.

 

Surabaya, 05 Mei 2013.

(Posted by Nuni رحموت )

(TANPA JUDUL)

Andai Tuhan menitahkan lewat taburan gemintang,

Mengirimkan sebongkah kerlip kerinduan,

Rindu pada ia sang penawar luka, penghapus airmata,

Karena ia tahu pasti bagaimana rasanya.

 

Namun bagaimana jika aku hanya sanggup berkata,

Dalam tarikan nafas panjang,

Ada harap semoga Tuhan mengizinkan.

 

Surabaya, 05 Mei 2013.

(Posted by Nuni رحموت )

PEREBAH PENAT DI MASA LALU

Aku ingin mengetuk ruang waktu,

Memaksa masuk mencari sebuah raga di masa lalu,

Hanya ia sang perebah penat pikirku,

Padanyalah aku percaya, bahwa ia dapat memahami dukaku.

 

Surabaya, 05 Mei 2013.

(Posted by Nuni رحموت )

KETIKA TUHAN BERBICARA

Ketika Tuhan berbicara,

Tak ada seorang pun kan mendengar untaian kata-Nya,

Tak ada yang mengerti kerinduan-Nya,

Tak ada yang membalas cinta-Nya.

 

Ketika Tuhan berbicara,

Para hamba menutup telinga,

Membuntu sukma,
Seolah terlupa siapa penciptanya.

 

Hingga ketika Tuhan bersedih,

Burung-burung memaki,

Lautan membenci,

Langit tak kuasa melihat Dzat Yang Maha Mengasihi teracuh begitu perih.

 

Dan Tuhan pun berbicara,

Hingga dunia tunduk kepada-Nya,

Barulah kesayangan-Nya datang berlinang air mata,

Dan berseru..

“Mengapa KAU membenciku?”

“Mengapa aku diuji sedemikian rupa?”

“Mengapa aku dibuat menangisi derita?”

 

Tuhan sedih atas tuduhan yang dihaturkan untuk-Nya,

Oleh yang dikasihi-Nya,

Telah melukai hati-Nya,

Hingga bumi dan seisinya membuncah,

Hasrat untuk menenggelamkannya bulat sudah,

Namun Tuhan tak merestui,

Hingga DIA tetap ingin bicara,

Tak peduli seberapa lama,

Hingga kesayangan-Nya datang,

Terseok dengan raga penuh air mata,

Jiwa penuh luka,

Merengek dan meminta,

Agar dilepaskan jerat duka yang membelenggunya,

Ia menjerit meronta.

 

Oh, Tuhan kembali berbicara,

Tersenyum lega namun sedih,

Melihat yang dikasihi-Nya begitu terluka,

Padahal Tuhan hanya ingin berbicara,

Bahwa DIA merindukannya,

Yang dicipta dengan penuh cinta,

Agar datang pada-Nya,

Agar tak menyibukkan diri dengan panggung sandiwara dunia,

Agar ia menjawab panggilan-Nya,

Dan mengobati rindu-Nya.

 

Begitulah ketika Dzat Yang Maha Sempurna,

Sedang merindukan ciptaan-Nya,

DIA akan berbicara, memanggil dengan cara-Nya.

 

Surabaya, April 2013.

(Posted by Nuni رحموت )

LELAKI LUGU

LELAKI LUGU

Teruntuk lelaki lugu,

Mata menemukanmu di beberapa bulan lalu,

Di antara jasad yang hidup namun mati,

Hanya jiwamu yang seharum melati,

Mendekat dan menyapa bak malaikat turun atas titah Tuhan-nya ke bumi.

 

Teruntukmu lelaki lugu,

Seribu gendang ditabuh dari segala penjuru,

Petasan perayaan tahun baru yang menyala di udara,

Melukiskan hati yang gegap gempita,

Sejak pertemuan itu,

Ada syukur yang tertambat untukmu,

Hingga haru mata ini menatapmu.

 

Teruntuk lelaki lugu,

Yang menggiringku layaknya musafir di gurun pasir,

Aroma tubuh, tutur kata, dan jemarimu,

Tanpa jemu ciptakan oase penghilang dahaga,

Yang walau nyatanya fatamorgana berisikan derita.

 

Lelaki lugu,

Engkau berkata tanpa diminta,

Mengecup tanpa amanah,

Menyentuh tanpa rasa bersalah,
Menabur dosa tanpa merasa hina.

 

Teruntuk lelaki lugu,

Yang dikenal sejak beberapa bulan lalu,

Tak ada sangka kau begitu lugu,

Terlalu lugu untuk mengumbar kata cinta,

Terlalu lugu untuk menggenggam erat asa,
Terlalu lugu untuk mengusik kehidupan kembang yang merindukan penjagaan,

Dan terlalu lugu untuk menyematkan dosa di antara sayap bidadari yang patah.

 

Padahal Tuhan telah mengaruniakanmu sebuah tulang rusuk dan malaikat kecil,

Yang setia menunggu di peraduanmu,

Tapi kau terlalu lugu,

Sibuk mencari tulang rusuk lain untuk menghilangkan dahaga asamu,

Dahaga nafsumu,

Tanpa pikir panjang akan goresan luka yang kau sayatkan di sebuah permata, bernama wanita.

 

Surabaya, 14 April 2013.

(Posted by Nuni رحموت )

(TANPA JUDUL)

Jika rindu bisa berbicara,

Ia akan menetas di samping telinganya,

Dan menggema di setiap sudut ruangnya,

Bahwa ia datang,

Membawa nama dan cerita yang sama,

Dan kedatangannya semakin membuat luka ini menganga tanpa kata.

 

Surabaya, 11 Maret 2013.

(Posted by Nuni رحموت )

(TANPA JUDUL)

Kita bertemu di telaga sendu,

Kau dengan rindumu,

Aku dengan rinduku,

Mencoba menutup luka bersama,

Namun yang ada, ragamu menyerupai biru di masa lalu,

Yang semakin menghujamku dengan memori terkutuk itu.

 

Surabaya, 11 Maret 2013.

(Posted by Nuni رحموت )

(TANPA JUDUL)

Entah kapan terakhir kali kutulis puisi,

Aku tak ingat sama sekali,

Bahkan untuk sekedar kembali merangkai diksi, aku sangsi,

Sepertinya duka telah mengambil alih hati dan imajinasi.

 

Surabaya, 25 Februari 2013.

(Posted by Nuni رحموت )

(TANPA JUDUL)

Berdiri di antara sunyi,

Menepi,

Mencoba memreteli para duri yang menghujam hati.

 

Waktu telah berlalu,

Menjauh dari masa lalu,

Jelas tak bisa lagi kuulang dimensi itu.

 

Namun berada dalam fase ini,

Sungguh membuatku merindu,

Bukankah aku sampah yang telah kau buang di entah belahan bumi mana,

Jelas namaku tak lagi kau semat dalam jiwa,

Tidak juga rasa bernama cinta.

 

Aku pun normal, tak sedang amnesia,

Hingga satu nama masih tetap kunobatkan untuknya,

Yaitu: orang paling kubenci sedunia.

 

Oh, mungkin terkesan berlebihan bagi si pembaca,

Tapi masa bodoh dengan mereka,

Mereka tak tahu apa-apa,

Tak tahu rasanya,

Tak ikut mengalaminya.

 

Tapi berdiri di fase ini,

Membuatku seakan tak punya harga diri,

Sang sampah merindukan pembuangnya,

Tapi bukan rindu karena cinta,

Tidak!

 

Sampah itu merindu sebab hanya dia yang mampu mendinginkan kalbu,

Meredam amarah hingga sekedar jadi angin lalu,

Andai bisa mengulang sang waktu,

Aku ingin bicara pada “sang raja”,

Raja si pembunuh hati anak manusia,

Entah dia terlahir dari apa,

Jelasnya, hanya dia yang ingin kusentuh lagi,

Khusus untuk mendengar jerit hati,

Tapi nyatanya…

Ketiadaan raganya justru lebih perih dari terhujamnya sebilah belati.

 

Surabaya, 16 Januari 2013.

(Posted by Nuni رحموت )

(TANPA JUDUL)

Untuk apa berhenti atau menepi saat hujan turun lagi,

Lanjutkan saja langkahmu,

Anggap ia masalah yang mencoba menghalangi mimpimu,

Terjang ia,

Rasakan sakitnya saat tetesnya menghujam kulitmu,

Itu bukti bahwa kau mampu bertahan demi sampai ke tmpat yang kau tuju.

 

Surabaya, 04 Januari 2013.

(Posted by Nuni رحموت )

SI KEMEJA BIRU YANG TERNYATA ABU-ABU (part-1)

Sebelum malam berganti pagi,

Kusematkan syukur bercampur bahagia tanpa tepi,

Di tahun ini aku bertemu,

Setelah belasan tahun dipisahkan waktu,

Dialah Si Kemeja Biru yang ternyata Abu-Abu.

 

Surabaya, 31 Desember 2012.

(Posted by Nuni رحموت )

SI KEMEJA BIRU YANG TERNYATA ABU-ABU (part-2)

Tak peduli asa yang terbuang percuma,

Karena malam menyisakan cerita,

Di antara jemari yang bertemu kala itu,

Terselip rindu yang luluh,

Lalu membuatku dan si kemeja biru yang ternyata abu-abu,

Beradu,

Kami membisu.

 

Surabaya, 29 Desember 2012.

(Posted by Nuni رحموت )

(TANPA JUDUL)

Kita,

Dua raga,

Satu rasa,

Rasa yang kau sematkan dalam setiap tawa,

Ketika sampai aku bertanya,

Ke mana rasa ini kan kau bawa selanjutnya,

Kau menghilang tiba-tiba.

 

Surabaya, 29 Desember 2012.

(Posted by Nuni رحموت )

(TANPA JUDUL)

Jangan memisah raga dari jiwa,

Jangan melerai senja dari dingin malam,

Jangan memecah hujan dari keheningan,

Jangan merutuk air mata dari nestapa,

Dan jangan menyela kata dari sang hati,

Biar penaku menari,

Biar lidahku terkunci,

Dan biar kutulis sebait puisi.

 

Surabaya, 18 Desember 2012.

(Posted by Nuni رحموت )

MEMANAH DEBU

Kita bagai udara dalam ruang yang sama,

Dipertemukan sang waktu,

Namun hinggap di jiwa yang berbeda.

 

Aku laksana gemintang dan kau sang malam,

Bertemu dalam satu tujuan,

Dalam peleburan siang yang panjang.

 

Aku seperti ilalang dan kau padinya,

Sama-sama tertawa,

Walau cerita tak pernah tercipta di dalamnya.

 

Aku Sang Hitam sedang kau Sang Jingga,

Dua warna yang berbeda,

Terbias tidak untuk tempat yang sama.

 

Namun aku merpati dan kau rajawali,

Kita datang dari arah yang tak kutahu,

Untuk terbang seolah mengajakku ke dalam singgasanamu.

 

Kini aku abu, engkau kayu bakarnya,

Merayu dan menyatu tanpa cela,

Lalu kau biarkan asaku membumbung ke angkasa.

 

Ada benci yang kudapati,

Berusaha menepi dan berhenti,

Dan mencoba merangkai arti, seorang diri.

 

Namun kalbu tak menderu,

Jiika tak berkalang rindu,

Pupus sudah asa dan kisahku.

 

Kini aku memanah debu,

Menggoyahkan ruangmu yang kau tutup sejak beberapa waktu lalu,

Jika debu itu menyesakkan dadaku,

Harusnya tak perlu kau sibakkan warna dalam rongga,

Yang tercemar fatamorgana setelah sekian lama.

 

Surabaya, 14 Desember 2012.

(Posted by Nuni رحموت )

NOSTALGIA LAMA

Di terik Jumat aku melangkah,

Menyusuri Ngagel mengarah ke Pucang,

Aku berbisik dalam diam,

Jalan ini pernah kulewati bersama seorang anak Adam,

Yang kini aku lupa bagaimana ia punya rupa.

 

Ia datang mengajakku menyusuri petang,

Hingga siapa sangka hari itu ia harus berhenti berjuang,

Ketika restu tak mengantarkanku pulang,

Dan terpaksa diam hingga air mata berlinang.

 

Dialah Sang Surya,

Yang selalu berusaha menghangatkan manusia di sekitarnya,

Apa daya jika Tuhan menitahkannya,

Agar berhenti dan mencari tempat lain untuk ia sinari,

Ia pun patah hati,

Namun kini telah berganti,

Ketika cinta telah meliputinya kembali.

 

Surabaya, 07 Desember 2012.

(Posted by Nuni رحموت )

MOVE 0N

Inilah saatnya,

Berhenti dari keterpurukan hati,

Tertawa dari luka yang tak kunjung pergi,

Dan melangkah dari arah yang tak pernah pasti.

 

Ucapkan selamat tinggal pada apa saja yang tak nyata,

Buang jauh dan hapus keputusasaan yang ada,

Yakin jalan ini akan berhenti dalam tawa bahagia,

Dan percaya bahwa ada yang lebih indah di ujung jalan sana.

 

Pastikan berdiri untuk melangkah pergi,

Pastikan tertawa dan nikmati pagi apa adanya,

Semoga segera bertemu dengan bahagia yang didamba,

Di akhir cerita.

 

Surabaya, 25 November 2012.

(Posted by Nuni رحموت )

(TANPA JUDUL)

Kita adalah wajah,

Bagai malam dengan siang,

Bagai punuk merindukan bulan.

 

Surabaya, 22 November 2012.

(Posted by Nuni رحموت )

(TANPA JUDUL)

Kita bagai pohon,

Satu rasa,

Yang dulunya saling bertegur sapa,

Kini kaulah daun, aku dahannya,

Kau menggugur tiba-tiba.

 

Surabaya, 22 November 2012.

(Posted by Nuni رحموت )

 

(TANPA JUDUL)

Kita 2 wajah 1 kisah,
Melebur menyibakkan asa,
Memporak-porandakan mimpi,
Dan kau terbang tanpa permisi,
Sedang aku membisu jadi embun pagi.

 

Surabaya, 22 November 2012.

(Posted by Nuni رحموت )

(TANPA JUDUL)

Jika rindu akan jadi abu,
Sejak dulu kupupuskan saja rasaku,
Jika asa jadi percuma,
Sejak dulu aku tak sudi mendengar candamu berbalas tawa,
Ah, enyahlah saja.

 

Surabaya, 22 November 2012.

(Posted by Nuni رحموت )

(TANPA JUDUL)

Semakin malam aku bermain dengan kata,
Mempermainkannya, kurangkai, dan kukirim ia,
Persis sepertinya yang mempermainkan canda berbingkai asa.

 

Surabaya, 22 November 2012.

(Posted by Nuni رحموت )

(TANPA JUDUL)

Jika kusibakkan masa lalu,
Gambar kita yang pertama kali kucari,
Kucaci dan kumaki,
Kurutuki dan kusumpahi tak kan pernah terjadi,
Sebab aku tak sudi.

 

Surabaya, 22 November 2012.

(Posted by Nuni رحموت )

(TANPA JUDUL)

Senja tak perlu datang jika toh nantinya ‘kan hujan,
Pelangi tak perlu susah-susah kau bingkai jika toh nantinya kau pecahkan,
Enyah saja kau kawan.

Surabaya, 22 November 2012.

(Posted by Nuni رحموت )

(TANPA JUDUL)

Lama tak bersua bukan masalah sempurna,
Namun jika janji hanya sebatas sampah,
Dan asa sebatas percuma,
Demi apa harusnya kubenamkan semua.

Surabaya, 22 November 2012.

(Posted by Nuni رحموت )

(TANPA JUDUL)

Semakin malam sajakku bergema,
Kirimkan sejuta tanda tanya yang memuakkan jiwa,
Sedang ia tersungkur sudah,
Oh, jangan pernah terbangun ya…

 

Surabaya, 22 November 2012.

(Posted by Nuni رحموت )

(TANPA JUDUL)

Duhai Rabb Dzat Yang Maha Tau,

Walau sempat ragaku terbujur kaku,

Masih ada setetes tirta menggenang dalam telaga asa dan rinduku padanya,

Berharap hal itu tak nyata.

 

Oh, andai malam berbicara,

Ia akan menyelimuti dengan asaku,
Asa yang kini berubah jadi abu,

Saat kudapati sesuatu dalam dirimu,

Yang membuat lidahku membisu.

 

Kini kuselipkan sebait rindu untuk si kemeja biru atau abu-abu,

Semoga terbawa bisikan Sang Bayu,

Dan sampai ke dalam sukmamu.

 

Kulayangkan sajakku untukmu si kemeja biru atau abu-abu,

Sajak rinduku padamu,

Yang kini berubah menjadi rasa biru dengan hati beku.

 

Surabaya, 19 November 2012.

(Posted by Nuni رحموت )

(TANPA JUDUL)

Aku ingin menyatu dengan malam,

Mengizinkan dingin menusuk hingga ke tulang,

Merasakan sejuk sisa tetesan hujan di tengah kemarau,

Terlebih jika langit meneteskannya kembali,

Membasahi raga ini,

Meredam jerit hati,

Dan membuat bulir ini luruh bersamanya,

Hingga ragaku melemah, lelah,

Terjatuh, tersungkur, dan tertidur di tengah gemuruh dalam sukma,

Berbalut dekapan hangat Tuhan yang mengantarku dalam keteduhan,

Hingga esok, tubuhku telah menjelma jadi embun pagi,

Yang menetes indah seolah tak ada lagi duri menghiasi.

 

 

Surabaya, 17 November 2012.

(Posted by Nuni رحموت )

MALAM INI DATANG JUGA

Akhirnya, malam ini datang juga,

Sang waktu mempertemukanku denganmu,

Di mana segala kemelut jadi satu,

Melemahkan ragaku,

Mengacaukan pikirku,

Menyesakkan kalbu.

 

Akhirnya, hari ini datang juga,

Hari di mana kutemui sejuta luka,

Melepas rindu pada pujaan hati,

Penat berdiri dalam singgasana penuh duri,

Dan satu lagi,

Aku tenggelam dalam ruang,

Tangis luruh bersama jeritan hujan.

 

Kubenamkan raga dalam kebingungan,

Gamang,

Entah harus terbang atau terjun dalam jurang,

Puisi dan bulir mengalir dari sudut mata,

Ini untukmu, ibu,

Yang memaksaku membakar mimpi jadi abu,

Karenamu aku bisu,

Dan esok kan kau dapati parasku penuh kelabu.

 

Akhirnya, malam ini tiba,

Setelah cukup lama ruangku tak basah oleh air mata,

Pujaan hati, rindu, penat, dan frustasi mendemoku,

Memporak porandakan pikirku,

Jika esok aku gila, jangan ditanya mengapa.

 

Akhirnya, malam ini jadi saksi,

Rindu kubuang jauh,

Penat masih memasung ragaku,

Dan entah apa jawaban Tuhan atas dukaku terhadap wanita bernama ibu,

Duhai Dzat Yang Maha Mendengar, jawablah puisiku,

Peluk aku,

Bisikkan padaku bahwa ini hanya sebatas cerita,

Yakinkan aku tetap terbang menggapai kembali segala asa.

 

Surabaya, 17 November 2012.

(Posted by Nuni رحموت )

RUPANYA

Terik ini,

Si hitam di atas meja jadi saksi,

Rindu dan asa yang menuntunku menguak si kemeja biru atau abu-abu,

Terbayar sudah.

 

Rupanya,

Bukannya rindu terobat haru,

Bukannya asa berbingkai gelisah menanti realita,

Faktanya, kubuang jauh rinduku,

Kuterbangkan jauh mimpi itu,

Aku terbujur kaku menatap si kemeja biru atau abu-abu,

Rupanya, tak seindah pikirku.

 

Surabaya, 15 November 2012.

(Posted by Nuni رحموت )

(TANPA JUDUL)

Senja semburat antara merah dan jingga,

Menyembul di antara awan dan pepohonan,

Mengawasi langkah yang menari penuh mimpi,

Ia berkata, “jangan sampai kau membangun telaga duri untuk kesekian kali.”

 

Surabaya, 09 November 2012.

(Posted by Nuni رحموت )

(TANPA JUDUL)

Hari ini seperti kemarin,

Aku pulang dengan peluh bercampur rindu,

Senja jadi saksiku,

Atas do’a dan asa pada ia, si kemeja biru atau abu-abu.

 

Surabaya, 09 November 2012.

(Posted by Nuni رحموت )

(TANPA JUDUL)

Di pekat malam ia berkelana,

Tak ada rencana awalnya,

Tuhan mempertemukannya dengan rasa penyempurna hampanya,

Ia menjabat dan berkata, “Tuhan hentikan waktuku…”

Kutatap haru si kerudung hitam berselendang ungu,

Matanya layu,

Biar aku mengubahnya dengan binar bernama cinta berbalut rindu.

 

Surabaya, 08 November 2012.

(Posted by Nuni رحموت )

PUISI

Puisi,
Menutup biru, menyingkap kelabu,
Tak ada yang tahu hati tengah berderu, terpaku, atau kelu akibat merindu,
Puisi, pasung ia dalam ruangku.

 

Surabaya, 08 November 2012.

(Posted by Nuni رحموت )

(TANPA JUDUL)

Jika tiba waktuku tak rangkaikan puisi untukmu,
Bukan aku tak lagi merindu,
Tapi aku mulai jenuh dengan asa yang semu,
Biar kutitipkan asa itu lewat do’a dan hempasan Sang Bayu.

 

Surabaya, 08 November 2012.

(Posted by Nuni رحموت )

(TANPA JUDUL)

Baru kali ini aku jatuh cinta,

Pada ia yang datang tiba-tiba,

Menyembul di antara cahaya dan kelam malam,

Menyapa dengan kehangatan,

Hingga tersadar ia telah hilang dari pandangan,

Secepat itu???

Ya!

Dialah senja di kalbuku,

Tepiskan dukaku,

Dan kini,

Aku merindu.

 

Surabaya, 08 November 2012.

(Posted by Nuni رحموت )

(TANPA JUDUL)

Dialah puisiku,

Untuknya lah tak terhitung kataku,

Tak terhitung waktuku,

Lelaki berkemeja biru atau abu-abu,

Entah karena rindu, mataku sedikit layu,

Dialah puisiku,

Yang membuatku merindu tanpa kenal waktu.

 

Surabaya, 08 November 2012.

(Posted by Nuni رحموت )

(TANPA JUDUL)

Lihat,

Senja memerah,

Mengintip dari celah jendela,

Membias lewat dinding tua,

Ia berkata,

“Aku senja dan aku sendu,”

“Tapi aku lebih indah dari air matamu,”

“Percayalah, Tuhan ‘kan tunjukkan kau bisa memukau sepertiku.”

 

Surabaya, 08 November 2012.

(Posted by Nuni رحموت )

(TANPA JUDUL)

Aku pulang dengan tatapan penuh duka,

Diiringi senja yang menyembul di antara awan dan menara,

Senja tak ‘kan seindah itu tanpa sentuhan-Mu,

Begitu pun aku,

Tak ‘kan sanggup melangkah jika tak KAU hapuskan dukaku.

 

Surabaya, 08 November 2012.

(Posted by Nuni رحموت )

(TANPA JUDUL)

Aku jatuh cinta pada embun pagi,
Tiba setelah kumandang subuh teresapi,
Menetes tanpa henti,
Menyejukkan jiwa setelah lama menanti,
Dan mengganti luka dengan kesejukan di hati,
Oh…
Kuharap ia datang lagi.

 

Surabaya, 07 November 2012.

(Posted by Nuni رحموت )

SUNYI

Sunyi itu sepi,
Sunyi itu menari dalam bait-bait puisi,
Sunyi itu rinduku yang tak bertepi.

 

Surabaya, 07 November 2012.

(Posted by Nuni رحموت )

(TANPA JUDUL)

Kelak ‘kan datang manusia berhati malaikat,

Yang tak jenuh melihat air mata itu,

Yang tak ‘kan meninggalkan dengan rasa iba.

 

Kelak akan datang ia,

Setia dan ikhlas menanti bulir itu,

Merindu bagai tetes embun yang tak kuasa ia sentuh,

Lalu berikrar untuk menjaganya,

Menikmati setiap tetes indahnya,

Dan menggantinya dengan kesejukan bernama, cinta.

 

Surabaya, 04 November 2012.

(Posted by Nuni رحموت )

(TANPA JUDUL)

Kutunggu saat itu,
Saat kukepakkan sayap patahku,
Meninggalkan sarang dan sekawanan yang sempat mengibakanku dulu,
Dikiranya aku lemah,
Ah, lihatlah!
Kepakanku lebih indah darimu,
Dan jangan merindu kala aku tak kembali menyapamu.

 

Surabaya, 03 November 2012.

(Posted by Nuni رحموت )

JERAWAT

Datang di akhir bulan,

Galaukan paras ayu jadi tak karuan,

Hanya satu, tapi enggak nahan,

Dialah jerawat,

Langganan yang datang saat banyak pikiran.

 

Surabaya, 03 November 2012.

(Posted by Nuni رحموت )

HUJAN DI TENGAH KEMARAU

Sebelum kau datang,

Aku tengah sibuk memanjakan jemari,

Merangkai cerita,
Bersandar pada kursi tua,
Mengorek kembali memori hingga tak tersisa.

 

Kulihat mereka bercengkerama dengan malam,

Mengibaskan rambut dan melucuti pakaian yang membuatnya gerah,

Sementara petani memandang hambar,

Sawah di depannya gelap di bawah gulita malam,

Dan kuning kering saat mentari datang.

 

Akhirnya kau datang,
Aku mencium aroma tubuhmu,

Yang khas dari tahun-tahun lalu,

Menghentikan jemariku yang terkoneksi dengan memori,

Aku pun segera berlari,

Memastikan benar kau tengah datang kemari.

 

Aku mendapatimu nyata, bukan fatamorgana,

Kau datang malam ini,

Aku segera menyambutmu,

Merasakan sejuknya tetesanmu,

Oh, kau mengobati rinduku.

 

Hujan datang di tengah kemarau,

Aromanya mengalahkan aroma masakan ibu,

Tetesnya sejukkan kalbu bagai air wudhu,

Dan kedatangannya mengobati rindu yang semakin menderu.

 

Surabaya, 11 Oktober 2012.

(Posted by Nuni رحموت )

(TANPA JUDUL)

Tak ada yang membahagiakan selain ini,

Berdiri di antara keindahan dan kesejukan si biru, karya Tuhanku,

Menyusuri jalan tak bertepi,

Hingga bermimpi aku telah sampai di Surgawi.

 

Surabaya, 12 September 2012.

(Posted by Nuni رحموت )

TAK LAGI BERARTI

Persahabatan,

Dulu bagai pelangi yang datang setelah hujan pergi,

Kini tak lebih dari sekedar kepingan masa lalu yang tersisa di memori,

Tak lagi punya arti.

 

Surabaya, 12 September 2012.

(Posted by Nuni رحموت )

(TANPA JUDUL)

Dibungkam malam jiwaku sembunyi,

Terkenang luka dan dosa tanpa tepi,

Rinai hujan datang membasahi pipi,

Berharap esok, hati kan selalu dipenuhi pelangi.

 

Surabaya, 11 September 2012.

(Posted by Nuni رحموت )

CINTA BUTA

Cinta itu buta,

Dan menjalin kisah dengan makhluk sepertinya,

Harus siap melikuidasi diri sendiri,

Seolah berinvestasi tanpa henti,

Perlu biaya dan pengorbanan yang maha tinggi,

Namun mengharapkan balasan darinya,

Hanya sebatas fatamorgana.

 

Tak percaya akan setumpuk luka yang semakin berbunga dan berlipat ganda,

Atas banyaknya pengeluaran yang tak terduga,

Mencintai rakyat jelata sepertinya,

Tak akan pernah mendapat kontraprestasi,

Karena yang ada hanya setumpuk piutang yang tak tertagih.

 

Setahun berlalu, modalpun hilang entah kemana,

Menyesal datang kemudian,

Bahwa sejuta transaksi tanda cinta yang kuberi, tak berarti,

Menimbulkan beban ketika dia pergi,

Dan kini, rugi dan lara ini harus kutanggung sendiri.

 

*puisi akuntansi*

Surabaya, 05 Agustus 2012.

(Posted by Nuni رحموت )

 

PELANGI YANG HILANG

Tersenyumlah walau luka tak kunjung pergi,

Berbaringlah walau penat tak kunjung hilang,

Bersabarlah walau masalah datang silih berganti,

Karena hadirku untuk merengkuhmu dalam pelukan, akan selalu datang.

 

Selalu ada pelangi setelah hujan pergi,

Selalu ada senja ketika Sang Fajar kembali pulang,

Dan walau gelap malam menghampiri,

Akan ada gemintang yang bersinar terang.

 

Seperti itulah kita dahulu mewarnai hari,

Tak kenal waktu selalu bersama,

Dalam bahagia maupun duka,

Bagai warna pelangi yang mengusir kelabu tuk pergi.

 

Kita bersinar dalam gelap,

Meronai dunia dengan kasih sayang,

Mengagungkan janji persahabatan untuk selamanya,

Seakan hidup akan berjalan sesuai kehendak kita.

 

Kita adalah empat sekawan, warna-warni bagai pelangi,

Tiada ragu dan bisu yang tertutupi,

Mengusap air mata yang datang,

Dan menggantinya dengan pelukan penuh kasih sayang.

 

Namun, kini kita telah jauh pergi,

Rupanya indahnya persahabatan tak berpihak kepada kita lagi,

Memisahkan hati dan cinta kita tak seperti dulu,

Menguaplah segala kenangan indah kita di masa lalu.

 

Dan kau pilih arah jalan itu,

Membuatmu tumbuh dewasa, namun terlalu jauh bagiku,

Mengubahmu menjadi sosok yang angkuh,

Dan persahabatan kita dulu, tak berarti lagi bagimu.

 

Hari demi hari rajutan rindu ini kuakhiri,

Sementara kau menjelma menjadi orang asing yang tak tahu diri,

Entah kau, aku, atau jalan hidup ini yang keliru,

Sehingga cerita ini tak seindah dulu.

 

Aku menangis dalam kebisuan teramat dalam,

Mencoba menutup lubang indahnya persahabatan,

Biar begini adanya, jika kau tak berkenan kembali,

Dan merindukan indahnya persahabatan kita, bagai pelangi yang menghiasi pagi.

 

Surabaya, 05 Agustus 2012.

(Posted by Nuni رحموت )

 

Pusaka Jawatimuran

Semua tentang Jawa Timur

Astry Craft

CrEaTive iMaGinAtioN

dimasgoblogdotcom

Just another WordPress.com site

Olives' Diary

“Menulis dapat menghilangkan rasa sesak di dada. Pindah ke Pluto mampu menghilangkan semua rasa sesak di Bumi. Terus menulis sampai pesawat menuju Pluto itu datang”

Pustaka Eidariesky

Syariah, Tarbiyah, Tutorial & Informasi

PITHECANTROPUS

Fatwa Absurdius Puitica Shalalala

StoryTeller

---Enjoy my story---

#DearBooks Project

It's from you. For Everyone.

MY OWN WORLD

A BLOG ABOUT ORDINARY GIRLS WORLD

Saffa' | Inspiration

Informasi Lowongan Kerja CPNS 2018, BUMN, Bank, Pendidikan, Beasiswa dll

sarungbiru

Santri Ingin Berbagi

Termos Kuaci

I post about random, mbuh, and sakkarepku

astitirahayu's bLog (1447)

MaRii SaLing bErBaGi iLmu dSiNii

Sketch's Blog

Just another sketching site

My Humz… My share place

Tiada hari tanpa bersyukur

WordPress.com News

The latest news on WordPress.com and the WordPress community.