Arsip Blog

HUJAN DI PELUPUK MATA

Ada hujan di pelupuk matamu,

Menggenang dan mulai terjatuh satu demi satu,

Bersamaan dengan itu,

Senja mulai enggan menampakkan ronanya,

Seakan menyerah pada ribuan tanda tanya.

 

Ada hujan di pelupuk matamu,

Berlinang membasahi relung kalbu yang tengah merindu,

Hujan kian deras di matamu,

Seolah secarik tisu tak mampu lagi menawar derita,

Meratap pada langit dengan penuh iba,

Berharap Tuhan berada di sampingnya,

Memeluknya dan berkata,

“Semua akan indah pada waktunya. kau hanya perlu menjalani ini saja.”

 

Surabaya, 20 Desember 2014.

(Posted by Nuni رحموت )

(TANPA JUDUL)

Perjalanan ini memang tak mudah,

Semakin lama kian menanjak, berkelok, terjal, dan tak jarang menurun tajam…

 

Terkadang seperti berdiri di tepi tebing tertinggi,

Terkadang seperti menyusuri jalan setapak tanpa pelita,

Gelap dan tak tahu arah..

 

Namun jika menyerah,

Tak kan pernah kudapati apa-apa,

Sebab sudah sejauh inilah adanya…

 

Bukankah langkahku sudah terlatih menempuh jarak berpuluh-puluh waktu,

Bukankah jiwa sudah terbiasa merajut rindu yang terjuntai panjang sejak dulu,

Kini, biar aku tetap melangkah walau kaki penuh luka,

Biar hati memupuk kembali kerinduannya dalam kesabaran tiada tara,

Dan biar aku tetap terbang walau dengan sayap patah…

 

Hingga waktu dititahkan Tuhan untuk menuntunku,

Berhenti di penghujung jalan,

Menemukan ragamu menggenggam secercah cahaya,

Yang bersamanya sebongkah keberhasilan dan kebahagiaan,

Seperti yang selama ini dirindukan,

Akhirnya telah pantas kudapatkan.

 

Surabaya, 13 Desember 2014.

(Posted by Nuni رحموت )

KESALAHAN MAKNA

Dalam sunyi aku diam,

Dalam rengkuhan malam panjang,

Di bawah atap gemintang yang bertengger di dinding-dinding rapuh,

Di balut suara jam yang berdetik lirih.

 

Terdengar paraumu namun lantang,

Nyaring membuyarkan lamunan,

Aku tergopoh memastikanmu tersadar dan masih dalam penjagaan Tuhan,

Kau terlonjak di tengah kacaumu,

Ranjang dan pintu jadi saksi bisu,

Atas apa yang tak kutahu.

 

Di sepersekian detik sebelum kelopak terpejam, aku mendesah,

Sikapku yang kau balas dengan ketus,

Sapa yang kau balas dengan pengusiran,

Terpaksa menggiringku dalam lelap berbalut duka,

Berduka atas rasa peduli yang ada,

Yang kau kira telah terjadi lewat makna yang salah.

 

Surabaya, 26 Agustus 2014.

(Posted by Nuni رحموت )

GETIR

Makhluk di penjuru dunia tertawa,

Melemparkan mawar hitam satu demi satu,

Sambutan meriah atas memukaunya peranku,

Benda mati di sekeliling pun jadi saksi,

Menumpahkan keharuannya atas cerita yang bak anak tiri.

 

Entah apa ini namanya,

“Getir” kurasa,

Tawanya seolah aku pantas dicaci,

Tak dihargai,

Mawar hitamnya simbol atas duka cita,

Seolah aku pantas lenyap ditelan bumi,

Dan keharuan yang ada seolah pertanda,

Bahwa tak ada tempat yang pantas untuk kusinggahi.

 

Getir sekali,

Kupastikan ini yang terakhir,

Jatuh ke lubang yang sama,

Tenggelam dalam telaga penuh luka,

Segala menghina, semua tertawa,

Menghujamku dengan seruan bahwa akulah yang salah.

 

Getir sekali,

Getirnya tak dapat kutawar lagi,

Lebih getir dari ribuan pedang yang dihunuskan ke hati,

Hingga membuatku ingin pergi,

Pergi dari manusia si penancap belati,

Pergi dari mereka yang lidahnya meracuni setajam seligi.

 

Inilah getir tergetir yang kutemui,

Bak permata yang tertutup debu,

Ketulusan ini tak ada yang mau tahu,

Hanya hitungan jari yang sadari hal itu,

Selebihnya?

Yang dipercaya, yang dicinta,

Yang dikorbankan segala,

Hanya memandang tak lebih dari sekedar sampah,

Hina,

“Kubuang kau jauh-jauh!” katamu,

“Kau busuk, tak bermakna, enyah saja!” katanya,

“Kau terbusuk, terburuk dari yang paling buruk!” kata mereka.

 

Inilah getir tergetir,

Kupastikan ini yang terakhir,

Setibanya jiwaku di singgasana Rabb-ku,

Telaga air mata bercampur derita,

Akan bersaksi di hadapan Tuhan-nya,

Dzat yang tak pernah tidur,

Yang tak akan memberi remisi pada para napi,

Ketika kekeliruannya telah terbukti,

Sebab pengawasan-Nya lah yang paling sempurna,

Hingga tiada luput di dalamnya.

 

Inilah getir yang kurangkai dalam barisan kata,

Yang kujamin mereka tak mengerti juga,

Tentang apa yang tersirat di dalamnya,

Lihatlah dia,

Wanita,

Pria,

Keduanya sempat dipuja dan dipercaya,

Keduanya dibanggakan di awal cerita,

Namun kini berkoalisi untuk menghina,

Mencaci, dan menguburku tanpa hati,

Sebab di matanya akulah sampah,

Yang pantas disalahkan dan dibuang kapan saja.

 

Dialah wanita dan pria,

Getir tergetir yang pernah ada,

Yang tak ingin lagi kuingat namanya.

 

Surabaya, 24 Agustus 2013.

(Posted by Nuni رحموت )

(TANPA JUDUL)

Tunggulah sebentar,

Hanya tinggal menitikkan airmata beberapa liter lagi,

Untuk menjelma jadi embun pagi,

Di mana doa akan terlayang ke alamat Tuhan,

Lalu aku akan datang ke singgasana,

Dan kita akan melepas kerinduan,

Bagai camar kembali pulang,

Laksana gersang merindukan hujan.

 

Surabaya, 23 Juli 2013.

(Posted by Nuni رحموت )

(TANPA JUDUL)

Kau ingin menulis puisi,

Di sini,

Di tempat kau ingin bersembunyi dan menepi,

Menumpahkan gerutu jadi coretan tak berarti,

Lalu menghanyutkannya di antara biru,

Mengawasi suratmu yang layu,

Biru kemudian abu-abu,

Dan gerutumu pun berlalu.

 

Kau ingin menulis puisi di sini,

Di tengah biru yang memalsu,

Gumpalan awan menyerupai rindu,

Yang tak bisa kau sapu,

Atau tak tersentuh oleh jemarimu.

 

Di sini,

Tanpa tepi,

Penuh teka-teki,

Hingga ragamu serasa ingin tenggelam pergi,

Hilang di bawa ombak berlari,

Sementara tanya belum terkuak,

Masih tersaji, rapi, seperti ini.

 

Surabaya, 24 Mei 2013.

(Posted by Nuni رحموت )

LELAKI LUGU

LELAKI LUGU

Teruntuk lelaki lugu,

Mata menemukanmu di beberapa bulan lalu,

Di antara jasad yang hidup namun mati,

Hanya jiwamu yang seharum melati,

Mendekat dan menyapa bak malaikat turun atas titah Tuhan-nya ke bumi.

 

Teruntukmu lelaki lugu,

Seribu gendang ditabuh dari segala penjuru,

Petasan perayaan tahun baru yang menyala di udara,

Melukiskan hati yang gegap gempita,

Sejak pertemuan itu,

Ada syukur yang tertambat untukmu,

Hingga haru mata ini menatapmu.

 

Teruntuk lelaki lugu,

Yang menggiringku layaknya musafir di gurun pasir,

Aroma tubuh, tutur kata, dan jemarimu,

Tanpa jemu ciptakan oase penghilang dahaga,

Yang walau nyatanya fatamorgana berisikan derita.

 

Lelaki lugu,

Engkau berkata tanpa diminta,

Mengecup tanpa amanah,

Menyentuh tanpa rasa bersalah,
Menabur dosa tanpa merasa hina.

 

Teruntuk lelaki lugu,

Yang dikenal sejak beberapa bulan lalu,

Tak ada sangka kau begitu lugu,

Terlalu lugu untuk mengumbar kata cinta,

Terlalu lugu untuk menggenggam erat asa,
Terlalu lugu untuk mengusik kehidupan kembang yang merindukan penjagaan,

Dan terlalu lugu untuk menyematkan dosa di antara sayap bidadari yang patah.

 

Padahal Tuhan telah mengaruniakanmu sebuah tulang rusuk dan malaikat kecil,

Yang setia menunggu di peraduanmu,

Tapi kau terlalu lugu,

Sibuk mencari tulang rusuk lain untuk menghilangkan dahaga asamu,

Dahaga nafsumu,

Tanpa pikir panjang akan goresan luka yang kau sayatkan di sebuah permata, bernama wanita.

 

Surabaya, 14 April 2013.

(Posted by Nuni رحموت )

(TANPA JUDUL)

Entah kapan terakhir kali kutulis puisi,

Aku tak ingat sama sekali,

Bahkan untuk sekedar kembali merangkai diksi, aku sangsi,

Sepertinya duka telah mengambil alih hati dan imajinasi.

 

Surabaya, 25 Februari 2013.

(Posted by Nuni رحموت )

MENCINTAI HUJAN

Aku sempat memaki,

Saat ia datang tanpa permisi,

Membuat langkahku juga langkahmu harus terhenti.

 

Aku sempat membenci,

Saat ia berderai tanpa henti,

Menggenang kesana-kemari.

 

Hingga Tuhan menitahkan,

Untuk sesekali berjalan di tengah hujan,

Mencoba berkenalan,

Sampai kudapati secercah harapan.

 

Kini aku belajar mencintainya,

Tak peduli ia datang tiba-tiba,

Dan seolah mengacaukan segala.

 

Aku belajar mencintai hujan,

Tak lagi menepi saat ia turun lagi,

Tak perlu berhenti,

Kuteruskan saja langkahku,

Kuanggap ia sebagai warna yang dititahkan-Nya,

Untuk mencoba menghalangi mimpiku,

Mengajakku menjadi pribadi penakut,

Yang hanya bisa bersembunyi saat masalah datang kian semrawut.

 

Aku berjalan di tengah hujan,

Tak lagi menepi,

Kurasakan tetesannya merajam kulit tanpa henti,

Terpaannya menghempaskan ke kanan dan ke kiri.

 

Aku mencoba mengerti,

Datangnya ia juga hasil karya Dzat Yang Maha Memiliki,

Kuanggap ia mencoba menenggelamkan mimpi,

Yang sudah terbingkai rapi,

Karenanya aku tetap melangkah pergi,

Akan kubuktikan bahwa aku pemberani,

Sang peraih mimpi,

Yang akan menerjang walau hujan menghalangi,

Toh pelangi akan datang saat ia telah pergi.

 

Surabaya, 05 Januari 2013.

(Posted by Nuni رحموت )

(TANPA JUDUL)

Untuk apa berhenti atau menepi saat hujan turun lagi,

Lanjutkan saja langkahmu,

Anggap ia masalah yang mencoba menghalangi mimpimu,

Terjang ia,

Rasakan sakitnya saat tetesnya menghujam kulitmu,

Itu bukti bahwa kau mampu bertahan demi sampai ke tmpat yang kau tuju.

 

Surabaya, 04 Januari 2013.

(Posted by Nuni رحموت )

MOVE 0N

Inilah saatnya,

Berhenti dari keterpurukan hati,

Tertawa dari luka yang tak kunjung pergi,

Dan melangkah dari arah yang tak pernah pasti.

 

Ucapkan selamat tinggal pada apa saja yang tak nyata,

Buang jauh dan hapus keputusasaan yang ada,

Yakin jalan ini akan berhenti dalam tawa bahagia,

Dan percaya bahwa ada yang lebih indah di ujung jalan sana.

 

Pastikan berdiri untuk melangkah pergi,

Pastikan tertawa dan nikmati pagi apa adanya,

Semoga segera bertemu dengan bahagia yang didamba,

Di akhir cerita.

 

Surabaya, 25 November 2012.

(Posted by Nuni رحموت )

(TANPA JUDUL)

Aku ingin menyatu dengan malam,

Mengizinkan dingin menusuk hingga ke tulang,

Merasakan sejuk sisa tetesan hujan di tengah kemarau,

Terlebih jika langit meneteskannya kembali,

Membasahi raga ini,

Meredam jerit hati,

Dan membuat bulir ini luruh bersamanya,

Hingga ragaku melemah, lelah,

Terjatuh, tersungkur, dan tertidur di tengah gemuruh dalam sukma,

Berbalut dekapan hangat Tuhan yang mengantarku dalam keteduhan,

Hingga esok, tubuhku telah menjelma jadi embun pagi,

Yang menetes indah seolah tak ada lagi duri menghiasi.

 

 

Surabaya, 17 November 2012.

(Posted by Nuni رحموت )

MALAM INI DATANG JUGA

Akhirnya, malam ini datang juga,

Sang waktu mempertemukanku denganmu,

Di mana segala kemelut jadi satu,

Melemahkan ragaku,

Mengacaukan pikirku,

Menyesakkan kalbu.

 

Akhirnya, hari ini datang juga,

Hari di mana kutemui sejuta luka,

Melepas rindu pada pujaan hati,

Penat berdiri dalam singgasana penuh duri,

Dan satu lagi,

Aku tenggelam dalam ruang,

Tangis luruh bersama jeritan hujan.

 

Kubenamkan raga dalam kebingungan,

Gamang,

Entah harus terbang atau terjun dalam jurang,

Puisi dan bulir mengalir dari sudut mata,

Ini untukmu, ibu,

Yang memaksaku membakar mimpi jadi abu,

Karenamu aku bisu,

Dan esok kan kau dapati parasku penuh kelabu.

 

Akhirnya, malam ini tiba,

Setelah cukup lama ruangku tak basah oleh air mata,

Pujaan hati, rindu, penat, dan frustasi mendemoku,

Memporak porandakan pikirku,

Jika esok aku gila, jangan ditanya mengapa.

 

Akhirnya, malam ini jadi saksi,

Rindu kubuang jauh,

Penat masih memasung ragaku,

Dan entah apa jawaban Tuhan atas dukaku terhadap wanita bernama ibu,

Duhai Dzat Yang Maha Mendengar, jawablah puisiku,

Peluk aku,

Bisikkan padaku bahwa ini hanya sebatas cerita,

Yakinkan aku tetap terbang menggapai kembali segala asa.

 

Surabaya, 17 November 2012.

(Posted by Nuni رحموت )

(TANPA JUDUL)

Lihat,

Senja memerah,

Mengintip dari celah jendela,

Membias lewat dinding tua,

Ia berkata,

“Aku senja dan aku sendu,”

“Tapi aku lebih indah dari air matamu,”

“Percayalah, Tuhan ‘kan tunjukkan kau bisa memukau sepertiku.”

 

Surabaya, 08 November 2012.

(Posted by Nuni رحموت )

(TANPA JUDUL)

Aku pulang dengan tatapan penuh duka,

Diiringi senja yang menyembul di antara awan dan menara,

Senja tak ‘kan seindah itu tanpa sentuhan-Mu,

Begitu pun aku,

Tak ‘kan sanggup melangkah jika tak KAU hapuskan dukaku.

 

Surabaya, 08 November 2012.

(Posted by Nuni رحموت )

(TANPA JUDUL)

Kutunggu saat itu,
Saat kukepakkan sayap patahku,
Meninggalkan sarang dan sekawanan yang sempat mengibakanku dulu,
Dikiranya aku lemah,
Ah, lihatlah!
Kepakanku lebih indah darimu,
Dan jangan merindu kala aku tak kembali menyapamu.

 

Surabaya, 03 November 2012.

(Posted by Nuni رحموت )

JERAWAT

Datang di akhir bulan,

Galaukan paras ayu jadi tak karuan,

Hanya satu, tapi enggak nahan,

Dialah jerawat,

Langganan yang datang saat banyak pikiran.

 

Surabaya, 03 November 2012.

(Posted by Nuni رحموت )

HUJAN DI TENGAH KEMARAU

Sebelum kau datang,

Aku tengah sibuk memanjakan jemari,

Merangkai cerita,
Bersandar pada kursi tua,
Mengorek kembali memori hingga tak tersisa.

 

Kulihat mereka bercengkerama dengan malam,

Mengibaskan rambut dan melucuti pakaian yang membuatnya gerah,

Sementara petani memandang hambar,

Sawah di depannya gelap di bawah gulita malam,

Dan kuning kering saat mentari datang.

 

Akhirnya kau datang,
Aku mencium aroma tubuhmu,

Yang khas dari tahun-tahun lalu,

Menghentikan jemariku yang terkoneksi dengan memori,

Aku pun segera berlari,

Memastikan benar kau tengah datang kemari.

 

Aku mendapatimu nyata, bukan fatamorgana,

Kau datang malam ini,

Aku segera menyambutmu,

Merasakan sejuknya tetesanmu,

Oh, kau mengobati rinduku.

 

Hujan datang di tengah kemarau,

Aromanya mengalahkan aroma masakan ibu,

Tetesnya sejukkan kalbu bagai air wudhu,

Dan kedatangannya mengobati rindu yang semakin menderu.

 

Surabaya, 11 Oktober 2012.

(Posted by Nuni رحموت )

(TANPA JUDUL)

Tak ada yang membahagiakan selain ini,

Berdiri di antara keindahan dan kesejukan si biru, karya Tuhanku,

Menyusuri jalan tak bertepi,

Hingga bermimpi aku telah sampai di Surgawi.

 

Surabaya, 12 September 2012.

(Posted by Nuni رحموت )

TAK LAGI BERARTI

Persahabatan,

Dulu bagai pelangi yang datang setelah hujan pergi,

Kini tak lebih dari sekedar kepingan masa lalu yang tersisa di memori,

Tak lagi punya arti.

 

Surabaya, 12 September 2012.

(Posted by Nuni رحموت )

(TANPA JUDUL)

Dibungkam malam jiwaku sembunyi,

Terkenang luka dan dosa tanpa tepi,

Rinai hujan datang membasahi pipi,

Berharap esok, hati kan selalu dipenuhi pelangi.

 

Surabaya, 11 September 2012.

(Posted by Nuni رحموت )

Pusaka Jawatimuran

Semua tentang Jawa Timur

Astry Craft

CrEaTive iMaGinAtioN

dimasgoblogdotcom

Just another WordPress.com site

Olives' Diary

“Menulis dapat menghilangkan rasa sesak di dada. Pindah ke Pluto mampu menghilangkan semua rasa sesak di Bumi. Terus menulis sampai pesawat menuju Pluto itu datang”

Pustaka Eidariesky

Syariah, Tarbiyah, Tutorial & Informasi

PITHECANTROPUS

Fatwa Absurdius Puitica Shalalala

StoryTeller

---Enjoy my story---

#DearBooks Project

It's from you. For Everyone.

MY OWN WORLD

A BLOG ABOUT ORDINARY GIRLS WORLD

Saffa' | Inspiration

Informasi Lowongan Kerja CPNS 2018, BUMN, Bank, Pendidikan, Beasiswa dll

sarungbiru

Santri Ingin Berbagi

Termos Kuaci

I post about random, mbuh, and sakkarepku

astitirahayu's bLog (1447)

MaRii SaLing bErBaGi iLmu dSiNii

Sketch's Blog

Just another sketching site

My Humz… My share place

Tiada hari tanpa bersyukur

WordPress.com News

The latest news on WordPress.com and the WordPress community.